Rabu, 25 November 2015

Hubungan Negara dan Warga Negara

HUBUNGAN NEGARA DENGAN WARGA NEGARA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Warga negara di artikan dengan orang-orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk. Istilah warganegara dahulu dikenal dengan istilah hamba atau kaula negara. Warga negara berasal dari dua kata, yaitu warga dan negara. Warga daiartikan sebagai anggota atau peserta. Warga mengandung arti sebagai anggota atau peserta dari suatu kelompok atau organisasi perkumpulan. Warga negara, artinya warga atau anggota dari suatu negara.

1.2        Tujuan

Pembelajaran tentang Hubungan Warga Negara dengan Negara akan memberikan pengetahuan tentang Teori Hubungan Warga Negara dengan Negara, Asas, Sifat, Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara. Selain itu, akan mengetahui Hubungan peranan warga negara dengan demokrasi politik .



BAB II
PEMBAHASAN


2.1   Teori Hubungan Warga Negara dengan Negara
Teori Hubungan Warga Negara dengan Negara Diantaranya Dapat Berupa Otonomi. Teori otonomi menurut Gramsci menyatakan “ bahwa masyarakat masing-masing memilki otonominya yang bersifat relatif. Interaksi antara negara dengan masyarakat bersifat hegemonik “@kekuasan legslatif yang lebih dominan yang duduk di lembaga legislatif”. (kelompok kekuatan politik dominan), teori otonomi relatif meliputi :

1.      Teori Marxis
Menurut teori Marxis, negara hanyalah sebuah panitia yang mengelola kepentingan kaum borjuis, sehingga sebenarnya tidak memiliki kekuasaan yang nyata. Justru kekuasaan nyata terdapat pada kelompok atau kelas yang dominan dalam masyarakat (kaum borjuis dalam sistem kapitalis dan kaum bangsawan dalam sistem feodal).
2.      Teori Pluralis
Dalam pandangan teori pluralis, negara merupakan alat dari masyarakat sebagai kekuatan eksternal yang mengatur negara. Dalam masyarakat terdapat banyak kelompok yang berbeda kepentingannya, sehingga tidak ada kelompok yang terlalu dominan. Untuk menjadi mayoritas, kepentingan yang beragam ini dapat melakukan kompromi.
3.       Teori Organis
Menurut teori Organis, negara bukan merupakan alat dari masyarakatnya, tetapi merupakan alat dari dirinya sendiri. Negara mempunyai misinya sendiri, yaitu misi sejarah untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, negara harus dipatuhi oleh warganya sebagai lembaga diatas masyarakat. Negaralah yang tahu apa yang baik bagi masyarakat secara keseluruhan. Pandangan ini merupakan dasar bagi terbentuknya negara-negara kuat yang seringkali bersifat otoriter bahkan totaliter.
4.       Teori Elite Kekuasaan
Teori ini muncul sebagai bentuk kritik terhadap teori pluralis. Menurut teori ini, meskipun masyarakatnya terdiri dari bermacam-macam kelompok yang pluralitas, tetapi dalam kenyataannya kelompok elite penguasa datang hanya dari kelompok masyarakat tertentu, meskipun secara hukum semua orang memang bisa menempati jabatan-jabatan dalam negara/pemerintah


2.2   Asas, Sifat, Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara
1)   Asas Hubungan Warga Negara dengan Negara
Asas hubungan warga negara dengan negara yaitu :
1.  Asas  Pancasila
2.  Asas Kedaulatan rakyat
3.  Asas Negara Hukum
4.  Asas Kekeluargaan
5.  Asas Pembagian kekuasaan
Dengan asas tersebut baik warga negara dengan pemerintah memiliki tugas dan membangun negara demokrasi, berkembang dan berkeadilan sosial.

2)  Sifat Hubungan Warga Negara dengan Negara
a)  Hubungan yang bersifat hukum
Hubungan hukum yang  sederajat dan timbal balik, adalah sesuai dengan elemen atau ciri-ciri negara hukum Pancasila , yang meliputi :
1. Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan
2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga negara
3. Prinsip fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga negara
4. Prinisp penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir.
5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban (Hadjoen, 1987: 90)
Di dalam pelaksanaan hubungan hukum tersebut harus di sesuaikan juga dengan tujuan hukum di negara Pancasila yaitu “... Memelihara dan mengembangkan budi pekerti kemanusiaan serta cita-cita moral rakyat yang luhur berdasarkan ketuhanan yang maha esa” (Klili Rasjididan Arief Sidharta, 1988: 172).
b)      Hubungan yang bersifat politik
Kegiatan politik (Peran politik) warga negara dalam bentuk partisipasi (mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan) dan dalam bentuk subyek (terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan) misalnya : Menerima peraturan yang telah di tetapkan.
Sifat hubungan politik antara warganegara dengan pemerintah di Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan, akan dapat menunjang terwujudnya pengambilan keputusan politik secara musyawarah mufakat, sehingga kehidupan politik yang dinamis dalam kestabilan juga masih terwujud.

3)  Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara

a)  peran pasif, yakni merupakan kepatuhan terhadap peraturan perudnang-undangan yang berlaku sebagai cermin dari seorang warga negara yang taat dan patuh kepada negara.
Contoh : membayar pajak, menaati peraturan lalu lintas.
b)  Peran aktif : yakni merupakan aktivitas warga negara untuk ikut serta mengambil bagian dalam kehidupan bangsa dan negara
Contoh : memberikan Hak suara pada saat pemilu
c)  Peran positif : yakni merupakan aktivitas warga negara untuk meminta  pelayanan dari negara / pemerintah sebagai konskeuensi dari fungsi pemerintah sebagai pelayanan umum (public service)
Contoh : mendirikan lembaga sosial masyarakat LSM)
d)  Peran Negatif, yakni merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan pemerintah dalma persoalan yang bersifat pribadi.
Contoh : Kebebasan warga negara untuk memeluk ajaran agama yang diyakininya.

2.3 Hubungan Peranan Warga Negara dengan Demokrasi Politik
a. Ajaran Demokrasi.
Sebelum paham atau ajaran demokrasi muncul, kehidupan bangsa, masyarakat dan negara di Eropah dilandasi oleh paham agama, atau dinamakan juga dengan “Teokrasi”, yang artinya pemerintahan/negara berdasarkan Hukum/Kedaulatan Tuhan. Penyelewengan paham Teokrasi yang dilakukan oleh pihak Raja dan otoritas Agama, mengakibatkan kehidupan negara-negara di Eropah mengalami kemunduran yang sangat drastis, bahkan hampir-hampir memporak-poranda seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara disana.
Ditengah situasi kegelapan yang melanda Eropah inilah JJ.Rousseau berpendapat bahwa landasan kehidupan bangsa/masyarakat tidak dapat lagi disandarkan pada kedaulatan Tuhan yang dijalankan oleh Raja dan Otoritas Agama, karena sesungguhnya kedaulatan tertinggi di dalam suatu negara/masyarakat berada ditangan rakyatnya dan bukan bersumber dari Tuhan. Bahkan negara/masyarakat berdiri karena semata-mata berdasarkan Kontrak yang dibuat oleh rakyatnya (Teori Kontrak Sosial).
Singkatnya ajaran/teori Kedaulatan Rakyat atau “demokrasi” ini mengatakan bahwa kehendak tertinggi pada suatu negara berada ditangan rakyat, dan karenanya rakyat yang menentukan segala sesuatu berkenaan dengan negara serta kelembagaannya. Atau dapat juga dikatakan sebagai ajaran tentang Pemerintahan Negara berada ditangan Rakyat.
Ajaran Demokrasi adalah sepenuhnya merupakan hasil olah pikir JJ. Rousseau yang bersifat hipotetis, yang sampai saat itu belum pernah ada pembuktian empirisnya. Bahkan pada “Polis” atau City State” di Yunani yang digunakan oleh Rousseau sebagai contoh didalam membangun Ajaran Demokrasi yang bersifat mutlak dan langsung, tidak dapat ditemui adanya unsur-unsur demokrasi.
Adalah bertentangan dengan kenyataan dimana rakyat secara langsung dan mutlak (keseluruhan) memegang kendali pemerintahan negara. Karena justru kenyataannya menunjukan bahwa segelintir (sedikit) oranglah yang memegang kendali pemerintahan negara dan memerintah kumpulan orang yang banyak, yaitu rakyat. Benturan yang tidak terdamaikan antara Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau (yang bersifat mutlak dan langsung) dengan kenyataan empiris kehidupan manusia (yang sedikit memerintah yang banyak), ditambah lagi sebagai akibat perkembangan lembaga negara menjadi “National State” yang mencakup wilayah luas serta perkembangan rakyatnya yang menjadi semakin banyak jumlahnya dan tingkat kehidupannya yang komplek, maka Ajaran Demokrasi yang awalnya dicetuskan oleh JJ.Rousseau ini masih memerlukan penyempurnaan-penyempurnaan.
Pada Demokrasi Perwakilan, rakyat secara keseluruhan tidak ikut serta menentukan jalannya pemerintahan negara, tetapi rakyat mewakilkan kepada wakil-wakilnya yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan negara.
Untuk menentukan siapakah individu-individu rakyat yang akan mewakili keseluruhan jumlah rakyat di Badan Perwakilan Rakyat ini digunakan mekanisme Pemilihan (Umum) yang bercirikan :
1.      Adanya 2 (dua) atau lebih calon yang harus dipilih
2.      Siapa yang mendapatkan suara terbanyak dari calon-calon yang ada, maka dialah yang akan duduk di Badan Perwakilan Rakyat guna mewakili mayoritas rakyat pemilih.
Kemudian hari tata-cara dan model Pemilihan wakil-wakil rakyat berkembang menjadi model-model pemilihan yang bervariasi, tetapi tetap berintikan kedua ciri di atas. Dengan demikian, Demokrasi Perwakilan menjadi tidak bisa dilepaskan dari penyelenggaraan pemilihan (umum) dan prinsip mayoritas vs minoritas.
Dibawah ini akan diuraikan secara singkat rincian unsur demokrasi perwakilan :
- Sumbernya : Gagasan seorang manusia (Filosuf) yang bernama JJ. Rousseau
- Sejarahnya : Sebagai pengganti Ajaran Kedaulatan Tuhan (Teokrasi) yang diselewengkan di Eropah pada Abad XIX.
- Tujuannya : Mencapai kebaikan kehidupan bersama di dalam wadah suatu negara, khususnya dalam tata hubungan antara manusia sebagai warganegara dengan negaranya.
- Mekanismenya : Keputusan tertinggi yang pasti benar & baik adalah yang ditentukan oleh mayoritas manusia/warganegara yang dipilih melalui pemilihan umum, sedangkan keputusan yang dibuat oleh minoritas manusia/warganegara pasti salah & tidak baik.
- Sarananya ; Partai Politik, berdasarkan Sistem Dua Partai atau Sistem Banyak Partai.
- Pembedanya : Model Demokrasi yang dilaksanakan sangat tergantung pada 2 (dua) aspek, yaitu : (1). sistem pembagian kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara, dan (2). sifat hubungan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif.
- Mottonya : Vox populi vox dei = Suara rakyat (mayoritas) adalah suara Tuhan, dan Suara yang minoritas adalah suara setan.
Demikianlah Ajaran/Teori Demokrasi berkembang dari waktu ke waktu dan berkembang sesuai pula dengan kebutuhan suatu negara tertentu. Sehingga Ajaran/Teori Demokrasi yang awalnya dicetuskan oleh JJ.Rousseau telah berkembang menjadi Ajaran/Teori Demokrasi Perwakilan yang kemudian berkembang lagi menjadi berbagai model demokrasi perwakilan yang saling bervariasi antara satu dengan lainnya, tergantung pada kondisi masing-masing negara yang bersangkutan.
Semua variasi model demokrasi perwakilan harus tetap berpegang pada 4 (empat) prinsip, yaitu :
1. Prinsip Kedaulatan Rakyat, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) berada ditangan rakyat ;
2. Prinsip Perwakilan, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat itu dilaksanakan oleh sebuah atau beberapa lembaga perwakilan rakyat ;
3. Prinsip Pemilihan Umum, dimana untuk menetapkan siapakah diantara warganegara yang akan duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang menjalankan kedaulatan rakyat itu, harus diselenggarakan melalui pemilihan umum .
4. Prinsip Suara Mayoritas, dimana mekanisme pengambilan keputusan dilaksanakan berdasarkan keberpihakan kepada suara mayoritas.
Tanpa adanya ke-4 ciri pokok diatas secara lengkap, maka suatu tatanan kenegaraan tidak dapat dikatakan sebagai Model Demokrasi.
b. Pentingnya Pemahaman Warganegara Tentang Nilai-nilai Demokrasi
Demokrasi merupakan sesuatu yang sangat penting, karena nilai yang terkandung di dalamnya sangat diperlukan sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Demokrasi di pandang penting karena merupakan alat yang dapat di gunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama atau masyarakat dan pemerintahannya yang baik ( good society and good goverment ).
Nilai-nilai Demokrasi memang sangat menghargai martabat manusia, namun pilihan apakah demokrasi liberal atau demokrasi yang lain yang akan di terapkan hal ini tidak dapat lepas dari konteks masyarakat yang bersangkutan.
Nilai-nilai demokrasi menurut Sigmund Neuman (Miriam Budiardjo, ed, 1980:156) adalah :
1.      Sebagai zoon politikon
2.      Setiap generasi dan masyarakat harus menemukan alamnya sendiri yang berguna untuk sampai kepada kekuasaan.
3.      Kebesaran domokrasi terletak dalam hal ia memberikan setiap hari kepada manusia untuk mempergunakan kebebasannya serta dapat memenuhi kewajiban sehingga menjadikan pribadi yang baik.

1.      DEMOKRASI POLITIK
Literatur ilmu politik pada umumnya memberikan konsep dasar demokrasi. Apapun label yang di berikan kepadanya, Konsep demokrasi selalu merujuk pada pemerintahan oleh rakyat.
Menurut Henry B Mayo Sistem politik yang demokratis ialah di mana kebijakan umum di tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang di awasi oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang di dasarkan atas prinsip kesamaan politik dan di selenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dalam pandangan Lyman Tower Sargent Prinsip-prinsip demokrasi meliputi :
1.      Keterlibatan warga negara dalam perbuatan keputusan politik
2.      Tingkat persamaan tertentu di antara warga Negara
3.      Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang di akui dan di pakai oleh warga Negara.
4.      Suatu sistem perwakilan.
5.      Suatu sistem pemilihan kekuasaan masyarakat.
Dari berbagai pendapat di atas, tampak dua kata penting dalam prinsip demokrasi tersebut adalah “persamaan” dan “kebebasan” atau “kemerdekaan”.
1. Persamaan
Mengandung 5 ( lima ) ide yang terpisah dalam kombinasi yang berbeda yaitu persamaan politik di muka umum, kesempatan,ekonomi, sosial atau hak.
2. Kebebasan atau Kemerdekaan
Mengacu pada kemampuan bertindak tanpa pembatasan-pembatasan atau dengan pengengkangan yang terbatas pada cara-cara khusus tertentu “kemerdekaan” biasanya mengacu kepada kebebasan sosial dan politik. Sumber “hak” dapat bersifat alamiah ( hak asas ) dan yang berasal dari pemerintah ( hak sipil ). Hak-hak sipil antara lain mencakup :
a). Hak untuk memilih/memberikan suara
b). Kebebasan berbicara
c). Kebebasan pers
d). Kebebasan beragama
e). Kebebasan bergerak
f). Kebebasan berkumpul
g). Kebebasan dari perlakuan sewenang-wenang oleh system politik atau hukum


BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Peranan warga Negara yang bersifat aktif, pasif, positif, dan negatif, pada dasarnya merupakan manifestasi dari prinsip-prinsip dari demokrasi politik, maupun demokrasi sekunder yang lain (demokrasi ekonomi, demokrasi sosial). Pemahaman setiap warga Negara terhadap nilai-nilai demokrasi dan perkembangannya, akan dapat memperkuat optimisme dan komitmennya terhadap peranannya. Nilai-nilai demokrasi sangat menjunjung tinggi martabat kemanusiaan, begitu pula prinsip-prinsip yang dianutnya seperti prinsip kebebasan/kemerdekaan, persamaan dan toleransi menawarkan penataan kehidupan masyarakat dan bernegara yang lebih baik dan manusiawi.



DAFTAR PUSTAKA

Cholisin.2000. IKN-PKN. Jakarta: Universitas Terbuka.
Cholisin,dkk.2005.Dasar-dasar ilmu politik.Yogyakarta:FIS UNY.
KOMPAS, 16 Agustus 2007, “Melongok Demokrasi Indonesia”