Sabtu, 09 Januari 2016

Kepadatan Penduduk Dan Pengaruhnya

Republik Rakyat Cina adalah sebuah negara yang terletak di Asia Timur yang beribukota di Beijing. Negara ini memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia(sekitar 1,35 milyar jiwa) dan luas wilayah 9,69 juta kilometer persegi, menjadikannyake-4 terbesar di dunia. 
Sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi melebihi 1,363 miliar jiwa (perkiraan 2014), yang mayoritas merupakan bangsa Tionghoa. Untuk menekan jumlah penduduk, pemerintah giat menggalakkan kebijakan satu anak.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memprediksi, India akan menjadi negara terpadat di dunia hanya dalam waktu 14 tahun. Pada 20208,  India akan dihuni oleh 1,45 miliar jiwa. Kemudian, pada tahun 2060, penduduk India akan mencapai sekitar 1,6 miliar jiwa.
Bagi banyak orang di India, menjadi negara dengan penduduk terbanyak di dunia akan menjadi sebuah prestasi. Hal ini menandakan sebuah kemajuan negara dalam persaingan dengan Cina. 
Namun, bagi generasi tua, predikat negara terpadat dunia merupakan sebuah kegagalan. Sebab, negara mereka telah melakukan upaya untuk menekan angka kelahiran sejak tahun 1970, seperti kampanye sterilisasi dan penggunaan alat kontrasepsi.

DAMPAK KEPADATAN PENDUDUK
a.         Berkurangnya Ketersediaan Lahan
Peningkatan populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi .Pada sisi lain ,luas tanah atau lahan tidak bertambah.Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian semakin berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk.

b.        Kebutuhan Udara Bersih
Setiap makluk hidup membutuhkan oksigen untuk pernapasan  .Demikian pula manusia sebagai makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk kehidupanya.Manusia memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih .Udara bersih berati udara yang tidak tercemar,sehingga huyakitas udara terjaga dengan baik.Dengan udara yang  bersih akan diperoleh pernapasan yang sehat.

c.         Kerusakan Lingkungan
Setiap tahun, hutan dibuka untuk kepentingan hidup manusia seperi untuk dijadikan lahan pertanian atau pemukiman .Para ahli lingkungan memperkirakan lebih dari 70% hutan di dunia  yang alami telah ditebang  atau rusak parah .Menigkatnya jumlah  penduduk akan diiringi pula dengan meningkatnya  penggunaan sumber alam hayati. Adanya pembukaan hutan  secara liar   untuk dijadikan  tanah pertaniaan atau untuk mencari  hasil hutan sebagai  mata pencaharian penduduk akan merusak ekosistem hutan.

d.        Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup .Akan  tetapi,air yang dibutuhkan manusia sebagai mkhluk hidup adalah air bersih. Air bersih digunakan untuk kebutuhan penduduk atau rumah tangga sehari-hari.   Bersih merupakan air yang memenuhi syarat kualitas  yang meliputi syarat fisika ,kimia ,dan biologi. Syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung zat-zat kimia yang membahayakan kesehatan  manusia. Syarat fisika  yaitu air tetap jernih (tidak brubah warna), tidak ada rasa, dan tidak berbau. Syarat biologi yaitu air tidak mengandung mikrooganisme atau kuman-kuman penyakit.

e.         Kekurangan Makanan
Manusia sebagai mahkluk hidup  membutuhan makanan. Dengan bertambahnya jumlah  populasi manusia atau penduduk, maka  jumlah kebutuhan makanan yang diperlukan juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan  produksi  pangan, maka dapat terjadi kekurangan makanan .Akan tetapi,biasanya laju pertambahan penduduk lebih cepat daripada kenaikan produksi pangan  makanan. Ketidakseimbangan  antara bertambahnya  penduduk   dengan bertambahnya   produksi pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya, penduduk dapat kekurangan gizi atau pangan. Kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh seseorang terhadap  suatu penyakit  rendah, sehingga mudah terjangkit penyakit.

FAKTOR-FAKTOR KEPADATAN PENDUDUK
1. Faktor Kelahiran
Faktor ini merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk. Contohnya di Jawa timur, Data Badan Pusat Statistik Pada tahun 1971 jumlah penduduk jawa timur mencapai 25 juta jiwa, pada tahun 1980 meningkat menjadi 29 juta, pada tahun 1990 meningkat menjadi 32 juta, pada tahun 1995 meningkat menjadi 33 juta, pada tahun 2000 meningkat menjadi 34 juta dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 37 juta jiwa. Jika ini pertambahan penduduk ini terus terjadi, akan menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk.
2. Faktor Iklim dan Tempat Strategis
Faktor ini juga menjadi salah satu penyebab kepadatan penduduk. Dengan iklim yang nyaman dan letak tempat yang strategis membuat penduduk beramai-ramai untuk menetap di wilayah tersebut. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, maka secara perlahan akan menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ini juga menjadi salah satu penyebab kepadatan penduduk. Dengan terbukanya lapangan pekerjaan di suatu wilayah menyebabkan penduduk berbondong-bondong untuk menetap di wilayah tersebut. Hal inilah yang menjadi penyebab kepadatan penduduk di suatu wilayah.
4. Faktor Sosial
Faktor ini menjadi salah satu penyebab kepadatan penduduk. Penduduk akan senang dengan suatu tempat yang wilayahnya relatif aman. Jika suatu wilayah memiliki kondisi yang relatif tidak aman, maka wilayah tersebut hanya akan ditempati oleh beberapa penduduk saja.
Beberapa cara mengatasi kepadatan penduduk sebagai berikut.
1. Dengan melakukan pengendalian angka kelahiran. Di Indonesia pemerintah melakukan upaya pengendalian dengan memperkenalkan program KB (Keluarga Berencana) untuk mengendalikan angka kelahiran di Indonesia dan penundaan usia untuk menikah.
2. Dengan melakukan pemindahan penduduk dari wilayah yang padat penduduknya ke wilayah yang kurang penduduknya. Dengan upaya ini akan mengurangi jumlah kepadatan di wilayah yang padat penduduknya.
3. Dengan melakukan pemerataan lapangan kerja. Pemerataan lapangan kerja dilakukan dengan mengembangkan Industri, pertanian, perkebunan, petambangan dan perikanan di wilayah yang lain. Dengan upaya ini diharapkan penduduk tidak terfokus untuk mencari pekerjaan di satu wilayah saja.

LANSIA PADA BEBERAPA TAHUN MENDATANG
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan jumlah penduduk berusia lanjut terus mengalami peningkatan, sehingga program pemberdayaan untuk kelompok ini harus lebih intensif agar mereka tidak menjadi beban keluarga. "Berdasarkan survei 2010, jumlah penduduk berusia lanjut (lansia) di Indonesia sekitar 18 juta jiwa. Tahun ini diperkirakan lebih dari 20 juta penduduk yang masuk lansia. Jika tidak ada program pemberdayaan yang intensif maka permasalahan lansia bisa berkembang menjadi serius," kata Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Sudibyo Alimoeso di Batam, Senin (10/9/2012) kemarin. BKKBN, kata dia, bersyukur karena sekitar 80 persen dari para lansia tersebut masih produktif dan mampu mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain. Dia menjelaskan, pada usia yang tidak lagi produktif lansia masih bisa diberdayakan untuk bidang-bidang pekerjaan tertentu salah satunya penasihat dan lain sebagainya. "Jika mereka tidak diberdayakan maka mereka akan menjadi beban keluarga dan beban negara karena mereka tidak bisa membiayai dirinya sendiri," katanya.

Dia juga menambahkan, setelah mengikuti konferensi internasional yang salah satunya membahas tentang lansia di China diketahui bahwa banyak negara lain yang serius mengembangkan program pemberdayaan lansia di wilayahnya masing-masing. "Di China, Jepang atau Afrika Selatan tengah risau karena penduduknya semakin tua sementara memiliki anak yang relatif sedikit dengan rentang umur yang sangat jauh. Bahkan banyak laporan dari Jepang yang para lansianya bunuh diri karena merasa kesepian serta tidak mendapat perhatian dari anak-anak mereka," katanya. Sudibyo mengatakan, meski masih jauh dari hal-hal seperti itu, namun para lansia di Indonesia harus terus dibimbing untuk berkarya sehingga tidak merasa kesepian. "Di wilayah pedesaan, permasalahan timbul ketika anak-anak muda pergi bekerja ke kota dan meninggalkan desa mereka sehingga para lansia tinggal di rumah tanpa ikut program pemerintah. Mereka harus diberdayakan dan tidak boleh merasa sendiri," kata dia. Untuk itu, kata Sudibyo salah satu upaya juga bisa dengan menggalakkan program urbanisasi sehingga pembangunan merata hingga ke semua wilayah dan tidak perlu lagi mencari kerja ke kota melainkan bisa membangun daerahnya masing-masing. "Dengan demikian lansia tidak ditinggalkan, malah lansia bisa berpartisipasi dalam pembangunan mengingat pengalaman dan pengetahuan lansia yang lebih matang," katanya.

DAMPAK IMPOR PANGAN BAGI MASYARAKAT INDONESIA
Krisis pangan yang dihadapi bangsa Indonesia selama ini selalu diatasi dengan melaksanakan kebijakan impor. Kebijakan impor sebagai suatu kebijakan jangka pendek tentunya memiliki dampak terhadap bangsa Indonesia secara ekonomi maupun sosial.
Dampak yang diterima bangsa Indonesia adalah pengeluaran devisa negara yang cukup besar untuk melaksanakan impor. Hal ini berarti bangsa Indonesia telah memberikan penghidupan bagi petani negara lain, sedangkan bagi petani dalam negeri tidak. Suatu hal yang ironis bagi sebuah negara agraris yang luas dan kaya seperti Indonesia.
Dengan melaksanakan kebijakan impor produk pertanian dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk pertanian luar negeri. Sebagai contoh dalam komoditas kedelai, gandum, dan beras. Saat ini apabila ada kesenjangan antara ketersediaan pangan dan kebutuhan akan pangan, maka sudah dapat dipastikan pemerintah akan  mengutamakan melaksanakan kebijakan impor. Misalnya, pada kebutuhan akan kedelai. Kebutuhan akan kedelai selalu  mengalami peningkatan tiap tahunnya. Diperkirakan tiap tahunnya kebutuhan akan biji kedelai adalah kurang lebih 1,8 juta ton dan bungkil kedelai sebesar 1,1 juta ton. Guna memenuhi kebutuhan maka pemerintah melaksanakan kebijakan impor. Impor kedelai ini menyebabkan petani dalam negeri sulit untuk bersaing karena murahnya harga kedelai impor. Perlu diketahui dalam rangka pemenuhan akan kedelai , kita harus mengimpor kurang lebih 60% dari luar negeri.
Pada komoditas  gandum,  kini negara Indonesia telah menjadi negara pengimpor gandum terbanyak di dunia, melalui MNC (multi national corporation) yaitu  sebesar 2,5 juta ton. Untuk mengimpor gandum sebanyak itu diperlukan dana hampir Rp 8 triliun/tahun dan hal itu telah menguras devisa negara yang ada. Pada era liberalisasi ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan perdagangan dengan memurahkan gandum. Tidakkah pemerintah menyadari betapa buruk dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut? Sebagai negara berkembang kita bisa saja ikut serta dalam liberalisasi perdagangan, apabila liberalisasi tersebut mampu mendorong berkembangnya agroindustri, harga membaik, produktivitas produk ekspor meningkat ,upah riil naik dan tercipta lapangan kerja karena dorongan ekspor. Kini masyarakat Indonesia cenderung menjauhi produk lokal dan lebih menjatuhkan pilihannya pada produk impor seperti gandum impor ini. Jelas saja mereka lebih memilih gandum impor daripada sagu, ketela pohon, jagung atau produk lokal lainnya, hal ini disebabkan harga gandum yang lebih murah daripada harga sagu, jagung, ketela pohon dan produk lokal lainnya.  Indonesia akan mengalami kesulitan diversifikasi pangan dan mendorong peningkatan produksi terutama dalam membangun agroindustri pangan non gandum guna investasi masa depan.
Masalah terkait lainnya yakni impor beras. Perlu kita akui disini, beras merupakan makanan pokok rakyat Indonesia. Dari balita hingga akhir hayat pun kita pasti akan mengkonsumsi beras (nasi). Itu dikarenakan kebiasaan kita yang memang sangat sulit untuk dirubah. Mungkin karena kesulitan itulah , sebagian besar rakyat Indonesia tidak akan pernah dan tidak akan mau untuk menggantikan posisi beras dalam kehidupan pangan mereka. Dengan stok yang tidak mencukupi maka hal ini akan menimbulkan ketimpangan hingga akhirnya satu-satunya jalan yang dapat ditempuh adalah dengan impor beras.
Belakangan ini kebijakan impor sering dijadikan ajang untuk memperoleh untung bagi pihak-pihak yang tidak bartanggung jawab. Pemerintah selalu mengemukakan alasan yang sama terhadap munculnya kebijakan impor beras dari tahun ketahun yaitu untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok beras bulog yang tidak mencapai satu juta ton. Perihal ini telah menimbulkan reaksi keras dari banyak kalangan.  Misalnya, Mochamad Maksur, beliau adalah peneliti pada Pusat studi pedesaan dan kawasan Universitas Gajah Mada. Mochamad Maksur mengatakan langkah impor yang diambil oleh pemerintah merupakan publik sembrono
Kisaran harga beras dipasar internasional saat ini 14% lebih murah dibandingkan harga dalam negeri, dan keikutsertaan Indonesia dalam WTO memaksa pengurangan pajak bea cukai , termasuk untuk produk pertaniaan. Harga beras impor yang murah karena tidak terkalibrasi oleh pajak impor akan menyeret harga beras dalam negeri menjadi murah. Kemungkinan turunnya harga beras inilah yang menjadi tujuan pemerintah. Di satu sisi hal ini meringankan konsumen namun di sisi lain kebijakan ini selalu merugikan petani.  Turunnya harga beras mengakibatkan tidak tertutupnya biaya produksi petani beras, illegal dalam jumlah besar. Hal ini tentu saja akan membuata harga beras lokal akan semakin kompetitip. Dan lagi-lagi pihak yang sangat dirugikan adalah petani.
Pemerintah seharusnya memahami peranan pangan dalam negeri yang sesunguhnya. Pangan dalam negeri sangat berperan dalam mengatasi kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, pendorong berkembangnya agroindustri pembangunan desa, yang tak kalah pentinnya pangan dapat mensuplai energy /protein serta serat-serat bagi masyarakat. Apabila kita bandingkan dengan pangan impor peran pangan dalam negeri sifatnya lebih kompleks dan lebih penting. Pangan impor tidak bisa mensubstitusi pangan lokal secara keseluruhan dan sempurna , terbatas pada penyesuaian suplai energy saja. Oleh karena begitu pentingnnya peran pangan dalam negeri kita , warga negara Indonesia wajib mempertahankannya. Mampu mempertahankan keberadaan pangan dalam negeri,berarti kita juga mampu mempertahankan kedaulatan Indonesia yang telah merdeka sejak 62 tahun yang lalu. Karena salah satu aspek dalam mempertahankan kedaulatan adalah pemenuhan kebutuhan dasar penduduknya, yaitu pangan. Seperti yang kita ketahui , sejak tahun 1984 berlalu Indonesia selalu mengimpor atau memasok pangan dari luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini merupakan suatu hal yang harus dihentikan, memang impor itu perlu dilakukan . Akan tetapi, ide untuk menyandarkan atau menggantungkan kebutuhan dasar (pangan ) pada negara lain secara terus menerus akan berdampak  sangat buruk bagi kedaulatan bangsa. Apabila hal tersebut terus berlangsung, maka sedikit demi sedikit dan tak langsung, kita telah mengikis kedaulatan bangsa kita.artinya kita secara tak sengaja telah membuat bangsa kita terjajah oleh bangsa lain (negara pengekspor). Itu tidak lain dikarenakan kita selau tergantung kepada mereka.

USIA MASYARKAT INDONESIA 10 TAHUN MENDATANG
Angka harapan hidup di Indonesia naik untuk sepuluh tahun mendatang. Sekarang usia harapan hidup rata-rata mencapai 50 atau 60 tahunan. Nantinya rata-rata angka harapan hidup berada di kisaran 68-71 tahun. Menurut dr Hendro Riyanto SpKJ MM, naiknya harapan hidup itu memengaruhi komposisi usia penduduk lima tahun mendatang. “Tahun 2020, piramida penduduk akan terbalik. Jumlah lansia lebih banyak daripada anak-anak,” ucap Hendro.
Angka penduduk di atas 60 tahun mencapai 15-20 persen dari total penduduk Indonesia. Sayangnya, panjangnya usia lansia itu diikuti panjangnya daftar masalah kesehatan.
Salah satunya adalah masalah kejiwaan, yakni depresi. Depresi lansia, menurut dokter sekaligus dosen Universitas Wijaya Kusuma itu, dipicu banyak faktor. Faktor penyakit degeneratif. Para lansia umumnya stres karena penyakit-penyakit yang mulai bermunculan.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar